Secure Your Right with Copyright

09 Apr 2021

Pelanggaran Hak Cipta kembali menjadi isu yang marak akhir-akhir ini. Banyak creators diluar sana yang membagikan karya mereka pada dunia melalui media massa maupun media sosial, namun karya tersebut akhirnya selalu ‘dicuri’ dan digunakan untuk kepentingan komersial tanpa memberikan penghargaan (credits) pada sang pencipta. Permasalahan utama dari isu ini ada pada kebiasaan orang-orang dan beberapa creators lain untuk ‘mencuri’ daripada membeli dan memakai karya creators lain sebagai sumber inspirasi. Para creators yang karyanya pernah ‘dicuri’ memang tidak dapat secara langsung melarang orang-orang dan beberapa creators lain untuk ‘mencuri’ karya mereka. Namun, para creators dapat mencegah perilaku tersebut dengan memberikan hak cipta atau copyright pada karya mereka.

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak cipta mencegah sesama creators maupun pelaku bisnis untuk merugikan satu sama lain karena hasil karya kreatif akan berada di bawah perlindungan peraturan atau undang-undang (UU) resmi. Di Fikom dan UK Petra sendiri, ada banyak calon-calon creators dengan karya yang unik dan berharga, sehingga pemahaman akan hak cipta menjadi sesuatu yang krusial. Oleh karena itu, program Strategic Communication Fikom UK Petra mengadakan kuliah umum tentang hak cipta untuk membekali mahasiswa dengan pengetahuan terkait hak cipta dan macam-macam Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) lain.

Kuliah umum ini diadakan pada Rabu, 7 April 2021 pukul 13.00-15.00 WIB melalui Zoom dan mengundang Hari Purnomo Chandra selaku Konsultan Kekayaan Intelektual dari Kartini Patents. Kuliah umum ini juga dimoderatori oleh Amelia Sidik, S.Sn., M.CA., Ph.D. selaku Founder lia s. Associates dan dosen program Strategic Communication. Kuliah dibuka dengan pertanyaan mengenai jenis-jenis HAKI di Indonesia. Hari menjelaskan bahwa ada enam jenis HAKI yang paling umum, yaitu Paten, Merek, Hak Cipta, Desain Industri, Indikasi Geografis, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST). Setiap jenis HAKI memiliki fungsi dan kegunaan masing-masing, sehingga produk yang diajukan perlu disesuaikan dengan jenis-jenis HAKI yang ada.

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada penemu atas hasil penemuannya, sehingga paten perlu berupa penemuan baru yang belum pernah ada sebelumnya dana dapat diaplikasikan ke dalam industri. Produk inovasi dapat memperoleh paten pula, namun paten tersebut adalah paten sederhana. Salah satu contoh paten sederhana yang mudah untuk ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah kancing pada celana jeans. Selain produk fisik, suatu formula baru juga dapat dipatenkan selama formula itu belum pernah ada sebelumnya, merupakan suatu inovasi, dan dapat diterapkan ke dalam industri. Selanjutnya, ada Merek atau tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, dan susunan warna dalam berbagai bentuk untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Umumnya, brand akan menggunakan jenis HAKI ini untuk melindungi produk-produk mereka serta mencegah produk lain memakai logo dan nama yang sama atau menciptakan produk palsu.

Setelah Merek, ada hak cipta yang merupakan perlindungan untuk produk ilmu pengetahuan, serta seni dan sastra yang di dalamnya mencakup pula program komputer. Hak Cipta menjadi salah satu HAKI dengan ruang lingkup objek dilindungi yang paling luas. Karakter, aplikasi game, bahkan solusi program termasuk sebagai hasil karya yang bisa dilindungi oleh hak cipta. Ada pula Desain Industri yang menyerupai paten namun hanya melindungi bentuk atau desain dari suatu produk, seperti konfigurasi atau komposisi garis atau warna atau garis dan warna suatu produk. Kemudian, ada Indikasi Geografis yang menandakan wilayah asal suatu produk dan apa yang membuat produk dari wilayah tersebut berbeda dengan produk yang sama dari wilayah lain. Terakhir, ada DTLST atau suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan dan dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor untuk menghasilkan fungsi elektronik. Khusus DTLST memang lebih berkaitan dengan chip dan teknologi.

Creators maupun brand dapat melindungi produk atau jasa mereka dengan lebih dari satu jenis HAKI apabila memang dibutuhkan. Apabila creators atau brand memiliki sebuah logo dan ada teknik khusus untuk membuat logo tersebut, maka mereka dapat memberikan perlindungan berupa Merek sekaligus Paten untuk logo tersebut. Lantas, bagaimana dengan para creators dan/atau brand yang memiliki produk kolaborasi? “Kalau untuk produk kolaborasi biasanya perjanjian atau memakai lisensi,” tutur Hari. Hari kemudian mengingatkan bahwa sebelum melakukan kolaborasi, creators atau brand perlu melindungi nama dan logo mereka terlebih dahulu. Hal ini akan membantu kedua belah pihak apabila ada permasalahan suatu hari dengan produk kolaborasi, karena mereka tidak perlu kesulitan mengurus perlindungan untuk nama mereka pula.

Menjelang akhir kuliah umum, Hari menjelaskan mengenai durasi, biaya, dan dokumen yang dibutuhkan agar suatu produk dapat memperoleh HAKI tertentu. Untuk Paten, ada dua jenis durasi, yaitu 20 tahun untuk Paten dan 10 tahun untuk Paten sederhana. Selanjutnya, biaya tergantung pada jenis HAKI yang dipilih. “Kalau resmi, biaya pemeliharaan dan permohonan Paten itu bisa mencapai 2.5-5 juta rupiah,” ujar Hari. Terakhir, dokumen yang dibutuhkan adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon serta laporan yang menjelaskan produk atau jasa yang akan dipatenkan. Hari juga menjelaskan tentang logo-logo terkait HAKI dan apa artinya. “Kalau ™ itu Merek Dagang atau Trademark, versi lebih kuatnya adalah Ⓡ yaitu Merek Terdaftar atau Registered Trademark. Sedangkan, logo © adalah logo untuk Hak Cipta atau Copyright,” pungkasnya.


Close previewer