Belajar ke Negeri Sakura: Student Exchange di International Christian University (ICU)

11 Okt 2018

Pengalaman student exchange merupakan pengalaman sekali seumur hidup.

Universitas Kristen Petra (UKP) mendorong mahasiswanya untuk merasakan pengalaman internasional ini. Namun, setiap mahasiswa hanya berkesempatan untuk melakukan student exchange ini sekali selama berkuliah di UKP. Selain itu, waktu untuk pelaksanaan student exchange dibatasi hanya satu semester. Berbeda dengan program double degree maupun joint degree, program exchange study ini tidak mendapatkan gelar lebih, tetapi lebih kepada pengalaman baru yang didapat.

Sebenarnya, meninggalkan Indonesia adalah suatu hal di luar kemampuan. Boro-boro ke luar negeri, ke Bali saja nabungnya butuh waktu setahun sendiri. Namun, adanya niat dan tujuan yang jelas memudahkan kita untuk mencari alternatif untuk melewati tantangan. Maret 2017, pertama kali aku mendapatkan tawaran via e-mail untuk melakukan studi banding ke International Christian University (ICU) untuk periode musim gugur 2017. Setelah semua proses pendaftaran dilakukan, sebuah organisasi bernama Japan ICU Foundation (JICUF) menawarkan beasiswa kepada mahasiswa pertukaran yang membutuhkan untuk biaya hidup sebesar 80,000 yen (10 juta rupiah saat itu) per bulannya. Kehidupanku di Jepang pun menjadi lebih terjamin.

Mengikuti program student exchange tidak terlepas dari keterlibatanku dalam kepanitiaan Petra Summer Program (PSP). Semenjak itu, aku mulai bergabung dengan kegiatan sukarela bernama Petramate. Memang kelompok kecil ini hampir tidak terlihat karena tujuannya hanya mempermudah mahasiswa asing yang melakukan studi banding di UKP. Beberapa bercerita mengenai pengalamannya melakukan studi banding. Salah seorang mahasiswi asal Korea, Lee Yumin, berkata kepadaku, “Aku gapapa kuliah sampai 7 tahun, asal pengalaman yang aku dapat beragam.” Ia melakukan dua kali studi banding di negara yang berbeda. Menurutnya, studi banding sendiri memberikan sudut pandang yang berbeda sehingga membentuk pribadi yang lebih terbuka atas perbedaan yang ada.

Sepulangku dari Jepang, banyak orang bertanya, “Apa bedanya kuliah di Jepang dengan kuliah di Indonesia?”

Tentu banyak sekali perbedaannya. Bayangkan, dari segi budaya dan bahasa sendiri saja sudah berbeda. Hal yang paling terasa berbeda adalah sistem belajar. Di Jepang, materi didesain agar mahasiswanya belajar sebelum masuk ke kelas. Untuk kelas bahasa Jepang, biasanya PR diberikan setelah materi disampaikan hari itu. Ditambah juga, murid diwajibkan menghafalkan kosa kata baru sebelum kelas dimulai agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik.

Selain itu, di Jepang aku menemui banyak sekali karakter yang mungkin saja tidak akan pernah aku temui di Indonesia. Kaum-kaum yang selama ini dianggap minor oleh masyarakat Indonesia mampu mengekspresikan identitasnya di sini. Di Jepang, beberapa tipe orang seperti pecinta anime (otaku) juga dipandang sebagai kaum minoritas. Namun, nyatanya mereka berani mengekspresikan diri dalam balutan kostum di jalanan Akihabara, salah satu pusat elektronik dan wisata di Tokyo.

Sebenarnya, sikap terbuka yang membuat diriku belajar banyak hal. Bisa saja, ketika di Jepang aku masih menggunakan banyak perisai untuk mempertahankan karakter. Namun, memilih untuk menanggalkan perisai tersebut membangun pandangan positif untuk berbagai hal baru. Aku belajar melalui dunia. /ccf




Close previewer